Kamis, 18 Februari 2016

Rendah Hati Palsu





Rendah hati, adalah satu hal yang paling sering di tekankan kepada kita ketika kita masuk kedalam pelayanan di gereja. Ya, kita semua sudah mendengar banyak kothbah dan cerita mengenai bagaimana dosa kesombonganlah yang membuat Lucifer jatuh kedalam dosa, dan betapa Tuhan membenci kesombongan.

Namun dengan berjalannya seiring waktu dan berkembangnya dunia, bentuk "Rendah Hati" yang di selalu di junjung tinggi dalam pelayanan gereja akhirnya be 'evolusi' menjadi satu bentuk lain.

Berdasarkan sejarah peradaban manusia, manusia memang sudah terkenal untuk hal "memilah-milah". Mana yang hitam, mana yang putih, mana yang pria, mana yang wanita, mana yang boleh, mana yang tidak, mana yang benar, mana yang salah, mana yang ras a, mana yang ras b, dan manusia sudah terkenal untuk mempersulit segala sesuatu yang seharusnya tidak sesulit yang di pikirkannya. Kita tau dalam kitab Keluaran, Allah menurunkan 10 Perintah Allah untuk menjadi acuan bagi bangsa Israel, yang akhirnya dengan berjalan seiring waktu, dari hukum tersebut berevolusi menjadi beberapa puluh bahkan ratusan hukum. Hukum-hukum yang akhirnya di jaman Perjanjian Baru, menjadi bahan perdebatan antara Yesus dan ahli-ahli Taurat. 

Hal ini juga banyak terjadi di kalangan gereja-gereja pada zaman ini yang akhir menyebabkan banyak 'pembelokan' dari hal yang seharusnya tidak perlu.

Ketika Magrate Yap memperkenalkan tarian Tambourine kepada bangsa-bangsa, ia juga menekankan hal mengenai kerendah hatian. Terutama untuk penari, bagaimana penari sangat mudah untuk jatuh kedalam dosa kesombongan. Namun nampaknya hal ini jadi berevolusi lagi di tiap-tiap kalangan gereja menjadi: tidak boleh terlalu 'show off' ketika menari, tidak boleh mengecat rambut, tidak boleh terlalu 'heboh', tidak boleh a, b, c, dan seterusnya.

Hal ini yang akhirnya justru menghambat perkembangan dunia pelayanan tari di gereja. Karena terlalu banyak hukum-hukum yang fungsi utamanya untuk mencegah agar si penarinya tidak sombong, justri hukum itulah yang akhirnya membelegu si penari tersebut dan mengurungnya dalam "zona aman". Lalu di legitimasi dengan pengajaran yang paling terkenal di gereja yaitu: Tuhan melihat hati, bukan fisik, yang mengunci para penari dalam posisi stagnant. Hal ini juga yang akhirnya membatasi penari untuk lebih berkembang dan parahnya, hal ini juga yang akan di wariskan kepada generasi pelayan tari berikutnya.

Hal ini lah yang akhirnya disebut "Rendah Hati Palsu" dan banyak sekali terjadi di pelayanan tari gereja. Jadi, definisi dari rendah hati palsu adalah: kesombongan yang berkedok rohani. Dan ciri khas orang yang memiliki kerendah hatian palsu, adalah dia yang selalu menggunakan alasan rohani untuk menutupi ego nya sendiri.

Mereka menjadi malas untuk berkembang atau ber inovasi, malas untuk belajar lebih, malas untuk berlatih, dengan kedok: Tuhan melihat hati, bukan fisik. Dan mereka tidak mau bahkan berontak untuk menerima hal yang baru, dikarenakan mereka sudah "nyaman" dalam zona mereka, dan mereka justru akan menuding "sombong" kepada mereka yang justru ingin maju atau ingin memberikan yang terbaik. Mereka justru mentertawakan mereka yang menari sungguh-sungguh, "Ih...tegak banget sih badannya pas nari...anggun banget deh kayak peragawati"..."Ih, tekuk badannya ngak usah segitu-gitunya banget kali...." dan tentunya komentar yang umum sekali, "Ih, ngak usah begitu banget kali narinya, kita kan bukan penari profesional!".

Rendah hati yang benar, artinya kita mau dibentuk. Kita mau mendengarkan masukan dari orang lain, kita mau belajar agar pemberian yang kita berikan jadi yang terbaik. Kita mau diajarkan hal yang benar.

Apabila kita seorang pemain musik atau penyanyi, kita mau terus belajar bangaimana kita bisa lebih lagi menguasai alat musik kita dengan berlatih, banyak membaca tentang perkembangan musik, dan belajar tentang banyak lagu-lagu, penciptaan lagu, dan belajar bagaimana membawakan sebuah lagu dengan baik, belajar latar belakang sebuah lagu, belajar menguasai intonasi, dan sebagainya.

Untuk penari, kita harus terus belajar bangaimana tehnik tari yang benar, belajar tentang sejarah perkembangan tari, mau mendengarkan masukan dari orang-orang sekitar, belajar berinovasi, berkembang, dan sebagainya.

Memang benar, Tuhan melihat hati, bukan rupa atau fisik. Itu pernyataan yang tidak salah. Namun kita juga tidak boleh mengesampingkan bahwa Dia adalah RAJA, Dia BERHAK menerima persembahan yang terbaik, baik fisik maupun rohani. Juga kita perlu terus ingat, bahwa tidak semua orang yang datang ke kebaktian itu SPIRITUAL, kebanyakan dari mereka justru VISUAL. Dan bukan berarti kita mengesampingkan hal-hal yang berbau spiritual. Tentu tidak! kerohanian seorang penari tetap perlu di jaga. Namun, keseimbangannya harus tetap berjalan harmonis dengan dengan fisik. Tidak berat sebelah, terutama di pelayanan panggung yang 90% mengandalkan fisik.

Apa yang harus dilakukan apabila kita mengenali rekan sepelayanan kita yang memiliki kerendah hatian yang palsu?

Apabila seseorang memiliki kerendah hatian yang palsu, artinya pelayanan itu bukanlah panggilan hidupnya. Karena pada dasarnya, pelayanan itu sifatnya tanpa syarat dan butuh pengorbanan yang besar. Apabila kita mengenali rekan sepelayanan kita yang memiliki kerendah hatian yang palsu, ada baiknya kita mendekatinya atau mengkonsultasikannya pada pembina setempat. Karena tendensinya adalah, suatu saat orang seperti ini akan mengkontaminasi pelayan lain untuk berfikiran seperti dirinya.

Belajarlah untuk menjadi pelayan yang memiliki rendah hari yang murni.




- Rivera Monarie -

Kamis, 10 September 2015

Suatu Bunyi di Hati-Nya (Persembahan Tarian Tim Tari Tambourine GBI Mawar Saron, Kelapa Gading)





Shalom teman-teman!,

Tepat tanggal 30 Agustus 2015 yang lalu, beberapa penari dari tim tari tambourine GBI Mawar Saron yang tiga diantaranya adalah murid yang mengikuti pelatihan dasar tari ballet selama kurang lebih 2,5 thn dibawah pimpinan Alex, mempersembahkan sebuat tarian yang di koreografikan oleh Alex sendiri dengan judul "Suatu Bunyi di Hati-Nya" yang di tampilkan pada kebaktian hari Minggu di GBI Mawar Saron Kelapa Gading pada jam 06:00lt dan 09:00Lt.




Persembahan tarian ini juga merupakan bentuk praktek dari pembelajaran tehnik tari ballet yang yang selama ini di pelajari oleh beberapa penari tim tari tambourine GBI Mawar Saron, untuk mempraktekan apa yang telah di pelajari selama 2,5thn ini kedalam bentuk sebuah tarian.

Mereka juga dibantu oleh salah satu teman mereka yang kebetulan satu tim tari di GBI Mawar Saron yang sudah lama belajar ballet di salah satu sekolah ballet ternama di Jakarta.

Semoga persembahan ini dapat menjadi berkat buat teman-teman semua!


GBU,

-Rivera Monarie-




Rabu, 15 April 2015

Pointe Shoe part.1


Pada pertunjukan ballet, kita sering sekali melihat para penari wanita yang dengan ringannya menari diatas ujung kaki mereka. Namun mereka sebenarnya tidak benar-benar menari dengan hanya menggunakan ujung kaki mereka sendiri, tetapi mereka dapat melakukannya itu dengan bantuan sepatu khusus yang dibuat untuk penari ballet wanita yaitu yang biasa disebut dengan 'Pointe Shoe'.

Pointe shoe adalah sepatu khusus penari ballet wanita dengan ujung yang keras, yang biasa dibuat dari berlapis lapis kertas dan bahan kain yang di rekatkan dengan lem yang dimana ketika lem tersebut kering, membuat lapisan bahan kain dan kertas tersebut menjadi keras, sehingga penari dapat berdiri dengan ujung kakinya dan memakainya dengan bantuan pita yang terekat dengan jahitan di sepatu dan di lilitkan dan diikat di pergelangan kaki si penari.

Pada bahasan sebelumnya, kita sudah membahas mengenai pengaruh tarian ballet kedalam tarian gereja. Hal ini juga memicu beberapa kalangan gereja untuk menggunakan pointe shoe kepada penari-penari mereka. Namun sayangnya, beberapa dari mereka menerapkan penggunaan pointe shoe kepada penari mereka dengan mengesampingkan beberapa hal yang sangat penting dalam penggunaan pointe shoe. Berikut kita akan membahas hal-hal penting apa saja yang perlu kita ketahui dalam penggunaan pointe shoe yang benar.

Bagan Pointe Shoe

Dari beberapa bagan pointe shoe, yang akan kita bahas hanya dua bagian yaitu:

- Box
- Shank (leher sepatu/dasar bagian bawah sepatu)
- Ribbons (pita pengikat)


BOX



Box, adalah bagian dari pointe shoe yang terbuat dari beberapa lapisan kain dan kertas yang direkatkan satu dengan yang lainnya menggunakan lem, yang dimana lem tersebut mengeras setelah proses perekatan kain dan kertas tersebut. Bagian box ini adalah bagian yang menutupi sebagian besar bagian depan dari kaki penari. Bagian ini lah yang memberikan 'support' kepada jari-jari kaki penari untuk dapat menari di ujung jari-jari kaki. Dibagian box ini ada bagian yang rata yang disebut 'platform' atau bagian yang bersentuhan langsung dengan lantai ketika penari sedang berdiri ujung jari kakinya.

Kesalahan yang sering dilakukan pada penari-penari gereja yang belum terlatih benar untuk berdiri diatas pointe shoe adalah dengan tidak berdiri penuh pada posisi dimana platform pointe shoe menyentuh lantai seluruhnya.






SHANK (leher sepatu/dasar bagian bawah sepatu)



Shank, atau leher sepatu, atau bagian bawah dari pointe shoe adalah bagian yang memberikan 'support' kepada lengkungan telapak kaki ketika si penari berdiri pada ujung kakinya. Bagian ini adalah bagian yang keras, dikarenakan bagian ini terbuat juga dari lapisan beberapa material yang direkatkan menjadi satu dengan lem. Namun dikarenakan bagian yang harusnya memberikan support kepada lengkungan telapak kaki ini sangat keras, maka sudah menjadi tradisi untuk pada penari untuk sedikit membengkokkan bagian dari pointe shoe ini agar lebih mengikuti bentuk kaki si penari ketika ia sedang berdiri di atas ujung jari kakinya. Praktek ini lazim dilakukan untuk pointe shoe baru sebelum dipakai untuk menari. Bahkan untuk beberapa penari yang sudah sangat kuat kakinya, bagian ini justru di patahkan agar si penari tersebut dapat melengkungkan kakinya dalam keadaan full. Namun di beberapa produk pointe shoe, bagian ini ada yang sudah dengan sendirinya melengkung sehingga sudah tidak perlu lagi di bengkokkan.

Membengkokkan atau mematahkan bagian dari pointe shoe ini ada beberapa macam cara. Namun semua itu tergantung dari bentuk kaki si penari masing-masing. Karena semuanya itu kembali lagi untuk menyesuaikan kenyamanan di kaki penari itu sendiri. Namun yang lebih sering di praktekan adalah membengkokkannya agak sedikit mundur dari jahitan sambungan sepatu ballet yang menyambungkan bagian depan dan belakang pointe shoe.

Selain membengkokkan bagian tengah dari bagian pointe shoe, bagian yang agak sedikit kedepan dari bagian ini, terutama bagian persendian jari kaki, atau bagian yang tertekuk ketika kaki dalam keadaan demi pointe juga adalah bagian yang sering di bengkokkan oleh penari. Ini dikarenakan si penari diharuskan tetap bisa memposisikan kakinya dalam posisi demi pointe dengan menggunakan pointe shoe.

 'Demi Pointe' possition

Ribbons (pita pengikat)



Bagian ini adalah bagian yang paling menarik dari pointe shoe untuk para penari wanita, dikarenakan membuat kaki terkesan menjadi manis dan cantik ketika dililitkan pita tersebut. Namun sebenarnya fungsi dari pita ini adalah untuk membuat pointe shoe tetap dalam posisinya. 

Pada umumnya, para produsen pembuat pointe shoe tidak membuat pointe shoe langung dengan keadaan pita sudah terjahit pada pointe shoe. Ini dikarenakan postur kaki penari rata-rata tidak sama, sehingga akan lebih nyaman untuk si penari yang hendak memakai pointe shoe itu sendiri yang menjahitkan pita tersebut ke sepatu, sesuai dengan bentuk kaki mereka atau kenyamanan mereka masing-masing.

Cara melilitkan pita pointe shoe ini ke kaki si penari pun memiliki cara tersendiri. Lazimnya, melilitkan pita pointe shoe selalu dimulai dari satu bagian pita, yaitu bagian dalam kaki, dililitkan menyilang dari kiri ke kanan atau kanan kekiri lalu di lilitkan di pergelangan kaki, lalu disusul dengan bagian pita  yang di luar kaki, dililitkan menyilang berlawanan dengan pita yang sudah terlilit sebelulmnya, lalu di lilitkan di pergelangan kaki dengan arah berlawanan dengan pita yang sebelumnya. Lalu kedua pita di pertemukan di bagian dalam kaki,dan di simpulkan tepat di atas mata kaki bagian dalam, dan lalu simpul tersebut di sembunyikan kedalam lilitan pita yang terlilit di pergelangan mata kaki sehingga terlihat rapih.



Kesalahan yang paling sering dilakukan oleh para penari gereja yang belum berpengalaman dalam menggunakan pointe shoe adalah, membentuk simpulan manis dan membiarkannya terlihat diluar. Ini dikarenakan mereka tidak mendapatkan keterangan yang benar mengenai pita pointe shoe dan mengira bahwa pita ini adalah asesoris cantik untuk mempercantik kaki. Padahal dalam dunia tari ballet, kerapihan adalah yang utama dalam berpenampilan, termasuk kerapihan pita, ataupun tali yang terlihat mencuat keluar. Hal ini pernah kita bahas pada artikel yang berjudul: Menjadi Penari yang 'Profesional' part.2

 Penerapan pita pointe shoe yang salah



Penerapan 'Pointe Shoe' dalam menari ballet



Pointe shoe adalah sepatu khusus untuk para penari ballet wanita yang sudah mencapai tingkatan tertentu dalam tingkatan pembelajaran tari ballet. Ini di karenakan untuk menari dengan menggunakan pointe shoe, diperlukan latihan yang memakan waktu tahunan untuk bisa mencapai persyaratan bisa atau tidaknya si penari memakainya untuk menari. Hal ini ditentukan oleh sang guru yang mengawas. Sangat tidak disarankan untuk menggunakan pointe shoe untuk menari apabila tidak di awasi oleh guru yang sudah punya pengalaman, karena tingkat cidera dari akibat memakai pointe shoe ini cukup serius, dan bisa mengancam masa depan si penari di dalam dunia tari.

Umumnya, pointe shoe di perkenalkan kepada murid tari ballet ketika ia memasuki tingkat intermediate atau tingkat advance, atau ketika si murid ballet tersebut mulai memasuki usia remaja ( 11 - 13 thn). Pada sistem pratronisasi tehnik ballet yang dikeluarkan oleh 'Royal Academy of Dance' (RAD) pointe shoe mulai diperkenalkan pada grade 4 atau grade 5. Itu pun di beberapa sekolah ballet, sebelum mereka diperbolehkan memakai pointe shoe, mereka akan di perkenalkan terlebih dahulu oleh sepatu 'replika' dari pointe shoe yang biasa disebut dengan 'soft shoe', yaitu sepatu yang bentuknya mirip seperti pointe shoe (yang juga cara memakainya dengan menggunakan pita) hanya bedanya untuk 'soft shoe' ujung sepatunya tidak bisa dipergunakan untuk berdiri dengan ujung jari kaki karena box dari sepatu 'soft shoe' ini tidak terlalu keras seperti point shoe. Ada juga beberapa sekolah ballet yang menerapkan sistem pemberian pita pada sepatu ballet yang biasa dipakai, di jahit dengan lokasi sama seperti biasanya pita di jahit di sepatu ballet, untuk memberikan support pada pergelangan kaki penari untuk gerakan yang membutuhkan banyak kekuatan pergelangan kaki.


Untuk seorang penari ballet memakai pointe shoe, ia diharuskan memiliki kekuatan pergelangan kaki yang kuat, jari-jari kaki yang kuat, dan juga lutut yang kuat dan kencang. Hal ini hanya dapat diraih dengan latihan rutin ber bulan-bulan bahkan bertahun-tahun dan di awali dengan latihan di bar (barre practice). Setelah melatih kekuatan pergelangan kaki, jari-jari kaki dan lututnya di bar, maka si penari juga harus belajar melatih untuk berdiri di ujung pointe shoe di tengah ruangan (center practice) yaitu diawali dengan hal yang kecil terlebih dahulu seperti berjalan keliling ruangan. Hal ini juga untuk melatih si penari menjaga keseimbangan (balance). Apabila guru yang mengawasi melihat si penari sudah cukup kuat kakinya, barulah ia akan mengizinkan muridnya untuk pelan-pelan menggunakan tehnik tari dengan menggunakan pointe shoe.


-Rivera Monarie-

Kamis, 09 April 2015

Pendidikan Tari Ballet Pada Anak




Pada artikel sebelumnya, kita sudah membahas bahwa tari ballet cukup mempunyai pengaruh besar pada perkembangan tarian gereja. Tak hanya pada orang dewasa, sekarang ini cukup banyak gereja - gereja yang melibatkan anak-anak dalam pelayanan tari dan juga menggunakan tehnik-tehnik dasar ballet dalam koreografi.

Namun sayangnya, seperti juga yang pernah kita bahas dalam artikel sebelumnya, dalam hal ini juga banyak ditemukan sistem atau tehnik pengajaran yang salah. Perlu kita pahami bahwa anak diibaratkan seperti sehelai kertas putih. Apabila ada setitik saja noda tinta, atau noda apapun, walaupun kecil, noda itu akan tetap terlihat jelas dan akan terus berada disitu. Mungkin akan gampang untuk menghapusnya, namun bisa juga sulit untuk membuatnya benar-benar hilang. Itulah sebabnya, perlu kita benar-benar memberikan perhatian extra dalam hal yang berhubungan dengan anak-anak.


Pengenalan Ballet Pada Usia Dini




Umumnya, tari ballet akan lebih baik diperkenalkan kepada anak pada usia dini. Untuk tolak ukur umur yang biasa dipakai sebagai penentuan kapan seorang anak dapat mulai belajar tari ballet adalah di usia 4 sampai 4,5 tahun. Ini dikarenakan karena pada usia ini, otak si anak sudah dapat berkonsentrasi dan mulai bisa mengkoordinasikan gerakan tubuhnya dan belajar menyelaraskannya ke musik.

Pada usia ini pun, pembelajaran tehnik ballet masih sangat minim. Dikelas, mereka hanya baru belajar melatih otot-otot motoriknya, seperti melompat, melancipkan kaki dan me-releks kan ujung kaki (flex point), berlari, berjinjit, bertepuk tangan, flexibility seperti split atau buka kaki ke samping, dan lebih banyak pengenalan akan musik. Ini dilakukan dengan harapan otot anak-anak tersebut di kemudian hari dapat terbiasa melakukan tersebut dalam sebuat koreografi tari. Pada usia ini, anak - anak ini masih belum bisa di harapkan banyak untuk dapat mempertunjukan sebuah tarian koregrafi di sebuah pertunjukan tari atau di kebaktian. Ini dikarenakan memori mereka akan koreografi juga masih belum bisa di andalkan. Andaipun mereka akan tampil menari, mereka akan perlu bantuan guru mereka untuk membimbing mereka karena bisa saja mereka hilang konsentrasi tiba-tiba di atas panggung dan lupa semua gerakan yang sudah di pelajari atau mereka shok dengan kondisi panggung dimana banyak orang melihat yang terkadang bisa membuat mereka menangis ditempat.


Penerapan Tehnik Dasar Ballet



Umur 6 - 8 tahun adalah umur yang cukup pas untuk seorang anak mulai mempelajari dasar-dasar tehnik ballet. Pada umur ini, anak sudah memiliki kemampuan untuk mengontrol penggerakan kaki dan tangan dan sudah mulai familiar dengan ketukan musik. Pada umur ini juga anak sudah dapat dipercayakan untuk menampilkan sebuah tarian koreografi karena anak pada umur ini sudah dapat belajar disiplin dan mandiri.




Pola koreografi untuk sebuah penampilan tarian pada anak umur ini juga harus disesuaikan dengan kemampuan dan umur mereka. Maksudnya, karena mereka masih anak-anak, hendaklah kita mengkoregrafikan tarian untuk mereka dengan tarian yang dapat mereka cerna dan mereka nikmati. Contohnya, kita dapat mencari lagu-lagu yang riang, terlebih lagi apabila lagu tersebut ada liriknya yang dinyanyikan oleh anak-anak juga. Dengan begitu, mereka tidak merasa asing dengan lagu yang mereka tarikan dan mereka bisa menikmati dan mengekspresikan lagu tersebut dengan tariannya. 

Banyak didapati beberapa gereja mengjarakan tarian atau koreografi tarian untuk anak-anak, namun tidak sesuai dengan umur dan kemampuan mereka. Misalkan yang sering didapati dikoreografi tari anak di gereja, gerakan grand battement (tendangan kaki lurus lancip baik ke depan, samping maupun belakang), mengangkat kaki 90' atau menahan kaki di depan, samping atau belakang (develope' devant, a'la second, arabesque), loncat dengan satu kaki dan kaki lainnya di belakang (pose temps leve in arabesque). Memang untuk di sekolah ballet sekuler, beberapa dari murid mereka dengan umur yang sama sudah di ajarkan beberapa tehnik gerakan ballet tersebut. Namun, jarang untuk diimplimentasikan kedalam tarian koregrafi untuk pementasan atau pertunjukan. Gerakan-gerakan ini merupakan gerakan untuk anak dengan usia dan tingkat yang lebih lanjut dan sangat tidak cocok untuk masukan kedalam pola koreografi tarian anak. 

Setiap manusia memiliki kemampuan untuk mengingat gerakan motorik otot di otak atau yang biasa disebut dengan 'muscle memory'. Untuk anak yang belum mampu melakukan gerakan-gerakan yang belum sesuai dengan umurnya atau kemampuan mereka, ditakutkan mereka akan melakukannya dengan tehnik yang salah, dan tehnik yang salah itu lah yang akan terekam di otaknya sampai nanti dia dewasa. Hal ini dapat mempersulit anak tersebut untuk memperbaiki tehniknya karena ototnya sudah terbiasa melakukan tehnik yang salah yang sudah terekam di otaknya. Terlebih lagi apabila si guru yang bersangkutan belum memiliki pengalaman yang cukup dalam hal mengajar tarian ballet, sehingga kesalahan si murid tidak terdeteksi oleh si guru dan tidak diperbaiki dari awal. Atau, karena memang gurunya juga tidak memiliki pendidikan tari ballet yang cukup, dia sendiri juga tidak tau kalau si murid salah dalam melakukan tehniknya dan tidak tahu cara memperbaiki si murid yang bersangkutan.


Cermin, Bar (Barre) dan Musik




Ketiga elemen ini sangat penting dalam proses pengajaran tehnik ballet kepada anak. Anak atau murid perlu melihat dengan mata kepala sendiri bentuk atau tehnik yang di ajarkan oleh guru. Contohnya, pada saat kita mengajarkan posisi tangan 5th possition pada anak, mereka perlu melihat bentuknya dikaca sehingga mereka bisa mengkoordinasikan otot mereka dan mengingat, otot mana saja yang perlu bekerja untuk dapat membuat posisi tangan 5th possition itu. Apabila tidak ada kaca, si anak bisa jadi tidak sadar kalau tangannya mulai turun karena kelelahan, sehingga posisi tangan 5th possition-nya menjadi kendur dan berubah bentuk dan ia tetap merasa melakukan posisi tangannya dengan benar. Maka posisi tangan yang kendur itu lah yang akan terekan dalam 'muscle memory' nya.

Karena tarian ballet banyak menggunakan tehnik keseimbangan tubuh dengan berdiri dengan satu kaki, maka bar (barre) sangatlah penting dalam proses pengajaran tari ballet terhadap anak. Dengan bar (barre) anak dapat berpegangan dan menjaga keseimbangannya selama ia mempraktekan tehnik ballet. Contohnya, kita mengajarkan anak untuk point ke depan (battement tendu devant). Apabila tanpa bar (barre) si anak tersebut tidak bisa berpegangan, dan karena ia belum terlatih untuk mengontrol posisi tubuhnya dimana panggul nya harus tetap dalam posisi 'square' selama melakukan point ke depan (battement tendu devant), maka ototmatis ia akan menyesuaikan bentuk panggulnya agar tubuhnya tetap seimbang. Hal ini dapat menyebabkan otaknya akan terus merekam posisi panggul nya yang tidak 'square' setiap kali ia melakukan gerakan point ke depan dan akan di perparah apabila tidak ada kaca dimana ia bisa melihat posisi panggulnya sendiri.

Yang terakhir, setelah kita sudah belajar semua tehnik tari ballet baik di bar (barre) maupun melihat kedalam cermin, saatnya murid belajar untuk mengsinkronisasikan tehnik-tehnik tersebut dengan musik. Hal ini agar mempertajam murid dalah bidang 'musicality' nya.


-Rivera Monarie-

Selasa, 31 Maret 2015

Bandung Bondowoso solo's part (Natalenta's ballet recital, 20 September 2014)




Shalom teman-teman!

Berikut adalah cuplikan dari tarian solo Bandung Bondowoso yang di perankan oleh Alex dalam acara pementasan ballet dari sekolah ballet 'Natalenta' pada tanggal 20 September 2014 yang lalu.

Selamat menyaksikan!

GBU,

-Rivera Monarie-

Sabtu, 28 Maret 2015

Ballet dan Tarian Gereja (part.2)





Pada artikel sebelumnya, kita sudah membahas mengenai pengaruh tarian atau tehnik ballet dalam koreografi tarian gereja. Berikut kita akan melanjutkan pembahasan kita dan mengulas lebih jauh mengenai seputar tehnik-tehnik ballet yang kerap kali di gunakan namun dilakukan dengan tehnik yang salah.

4. Chaines / Tourne / Soutenu / Pivot Turn (turn/berputar/berputar dengan bantuan tumpuan)

Dalam tarian ballet, gerakan berputar dengan kaki sebagai poros dalam satu putaran atau dua atau lebih dari dua putaran adalah hal yang biasa dan sudah pasti akan dilakukan dalam koreografi tarian ballet. Terutama dalam koreografi tarian ballet klasik, seorang penari di tuntut untuk melakukan putaran lebih dari 2 kali atau minimal 2 kali, ditempat atau berpindah tempat.

Tehnik yang paling utama dalam berputar yang perlu di perhatikan adalah sebagai berikut:

a. Spot / Spotting

Tehnik spot atau spotting, adalah tehnik berputar dimana kita menetapkan arah pandangan kita di satu titik, dimana titik tersebut ada di arah putaran kita dan ketika kita berputar baik ke kiri atau ke kanan, kita terus menetapkan pandangan kita pada titik tersebut dan bilamana putaran tubuh kita tidak memungkinkan lagi untuk kita melihat titik tersebut, kita memputarkan kepala kita dengan cepat dan mencari kembali titik tersebut.

Dengan tehnik ini, kita menjaga cairan dalam tuba yang terletak pada bagian dalam telinga kita yang befungsi sebagai penjaga keseimbangan yaitu 'semicircular canals' dimana cairan yang berada dalam tuba tersebut apabila terguncang-guncang atau tidak stabil, maka akan membemberikan efek pusing pada tubuh.

Pada kebanyakan penari gereja atau penari yang tidak terlatih dengan benar, mereka melakukan gerakan berputar tanpa menggunakan tehnik spotting ini sehingga mereka merasa pusing apabila gerakan berputar ini dilakukan berulang - ulang. Lebih parah lagi beberapa dari mereka bahkan melakukannya dengan kepala tertunduk atau pandangan ke lantai. Ini justru membuat efek pusing akan lebih parah yang akhirnya bisa membuat konsentrasi atau keseimbangan si penari menjadi terganggu. Akibatnya, setelah melakukan gerakan berputar, si penari akan sulit melakukan gerakan berikutnya dengan maksimal.

Padahal, tehnik spot atau spotting ini bisa membuat penari, khusus nya penari yang menari dengan rambut tergerai menjadi sangat indah, dikarenakan dengan tehnik spot atau spotting ini dapat memberikan efek khusus pada rambut ketika berputar sehingga terlihat menjadi lebih menarik.

b. Poros Rotasi

Tehnik berikutnya yang perlu di perhatikan dalam melakukan gerakan berputara adalah poros rotasi. Kalau kita melihat gangsing, kita bisa melihat bahwa benda tersebut berputar ditempat dengan menggunakan satu poros. Dengan menggunakan tehnik yang sama, apabila kita berputar ke kiri atau ke kanan, kita pun menggunakan salah satu dari kaki kita sebagai poros untuk berputar. Memang untuk gerakan berputar ada dua, yaitu berputar di tempat, atau berputar berpindah posisi baik ke kiri ataupun ke kanan, kedepan atau kebelakang. Untuk tehnik berputar di tempat, sama hal nya pada konsep gangsing, kita menggunakan satu kaki sebagai poros sementara untuk kaki yang tidak di gunakan, dapat kita tekuk dengan posisi telapak kaki lancip (point) menempel di mata kaki, atau di samping lutut baik lutu yang ditekuk dalam keadaan parallel, atau ke arah luar tubuh (turn out) dan satu kaki yang kita gunakan sebagai poros, harus dalam keadaan jinjit atau 'rise' atau 'demi pointe'. Ini dimaksudkan agar perputaran lebih mudah dilakukan dengan mengunakan luas kaki yang lebih sedikit.

Gerakan ini di dalam ballet disebut dengan 'pirouette en dedans'. Gerakan ini dapat di kategorikan gerakan yang agak sulit, karena si penari akan di tuntut untuk bisa memiliki keseimbangan dengan 1 kaki sambil jinjit dan berputar satu putarar. Tehnik yang benar untuk melakukan gerakan ini dalam ballet klasik adalah si penari harus meluruskan kakinya dan mengunci semua otot kakinya dalam keadaan lurus ketika naik ke demi pointe atau ketika ia berjinjit, dan jinjintan tersebut harus dilakukan dalam keadaan full, dan pada saat seluruh tubuh di tompang dengan satu kaki dalam keadaan demi pointe atau berjinjit, bagian dari pinggang keatas terutama bagian 'core' atau pusat tubuh harus dalam keadaan kencang dan terkunci. Ini agar supaya si penari dapat menjaga balance nya pada saat ia berputar.

Pada penari yang belum terlatih dengan baik, sering sekali mereka melakukan gerakan ini dengan lutut pada kaki yang menjadi poros tidak kencang dan pusat tubuh nya tidak terkunci, sehingga mereka terjatuh sebelum sempat menyelesaikan satu putaran. Ditambah dengan tidak menggunakan tehnik spotting yang benar, dapat menyebabkan si penari tidak mendarat dengan keseimbangan yang baik dan menyebabkan cidera pada tumit atau pergelangan kakinya.

Tehnik poros rotasi yang kedua adalah berputar pindah posisi ke kiri atau ke kanan, ke depan atau ke belakang. Untuk berputar berpindah tempat, dibutuhkan kedua kaki kita sebagai poros rotasi. Kedua kaki kita harus bekerja bersamaan secara berkesinambungan untuk menyelesaikan satu putaran tubuh. Tehnik yang benar adalah, awalan dapat di awali dengan melangkahkan kaki yang searah dengan arah putaran, contohnya apabila kita ingin berputar ke kanan, maka kaki kanan kitalah yang di langkahkan. Setelah kita melangkahkan kaki, kita mulai setengah lingkaran pada kaki kanan dan kaki kiri kita tahan di samping kaki kanan dengan demi pointe/berjinjit atau menapak, angkat sedikit saja agar kaki kiri bisa tetap bergerak mengikuti tubuh, sehingga kita menghadap ke belakangan. Otomatis arah kanan kita akan berubah menjadi kiri. Pada saat itu, kira kita yang berfungsi sebagai poros, dengan menapak atau demi pointe/berjinjit, meneruskan putaran ke kanan setengah lingakaran sehingga posisi badan kita kembali menhadap ke depan. Apabila putaran yang diminta lebih dari satu kali, si penari hanya perlu mengulangi tehnik yang sama ke arah yang sama.

Sama hal nya pada berputar dengan menggunakan satu kaki sebagai poros, pada penari yang belum terlatih dengan baik, apabila ia melakukan gerakan berputar berpindah tempat dengan tehnik yang tidak benar, maka ia akan kesulitan menempatkan kakinya yang bisa menyebabkan ia tersandung oleh kakinya sendiri.

c. Balance / Center

Pada pembahasan posisi tubuh di artikel sebelumnya, kita sudah membahas posisi tubuh yang benar dan posisi tubuh yang tidak benar seperti contohnya tubuh yang berat badannya terlalu kebelakang atau terlalu kedepan. Dan seperti sebelumnya kita juga sudah membahas bahwa posisi badan yang salah tersebut bisa mempengaruhi penari untuk melakukan gerakan putaran.

Sama halnya dengan gangsing, benda tersebut bisa berputar lama dan tetap pada posisinya yang tegak, karena bentuknya yang simetris dan pembagian berat di sekelilingnya sama rata. Apabila ada satu sisi yang lebih berat, maka gangsing itu tidak akan bisa berputar tegak dengan porosnya. Apabila si penari memiliki tendensi tubuh yang terlalu berat ke belakang atau ke depan, maka hal itu bisa mengakibatkan si penari terjatuh kearah dimana berat tubuhnya lebih condong, dan bisa bahaya apabila si penari tersebut melakukan gerakan berputar dengan cepat, ditambah dengan tidak melakukan tehnik spot atau spotting yang benar.


5. Pose Temps Leve

Pose Temps Leve adalah gerakan dimana kita melakukan lompatan dengan satu kaki, sementara kaki lainnya dalam posisi ditekuk, atau di angkat ke samping, depan atau belakang (biasanya ke belakang, membentuk posisi 'arabesque') atau dalam posisi yang biasa disebut 'attitude' (di tekuk sambil di angkat) yang dimana dalam ballet klasik, telapak kaki tersebut harus dalam keadaan 'full pointe' dan mendarat dengan kaki yang sama. Sementara lompatannya tersebut harus dilakukan dengan full dan ketikan berada di udara, kaki yang menjadi tolakan harus dalam keadan lurus terkunci, dan telapak kaki 'full pointe'. Gerakan ini benar-benar mengandalkan kekuatan kaki yang menjadi tolakan untuk melambungkan seluruh tubuh ke udara, tanpa bantuan badan bagian atas.

Pada kebanyakan penari gereja, ketika mereka melakukan gerakan ini, tolakan yang dilakukan tidak full, kaki yang menolak pun tidak terlalu kuat untuk menolak seluruh badan ke udara sehingga tidak ada kesempatan untuk kaki yang menolak untuk 'full pointe', yang terkesan hanya sekedar 'asal lompat' dan kaki yang satu lagi tidak jelas posisinya, apakah lurus, bengkok seperti 'attitude' dan telapak kaki tidak 'full pointe'

6. Couru

Couru, adalah serangkaian gerakan kecil yang dilakukan pada posisi kaki 'demi pointe' atau 'pointe' dengan kaki dekat denga satu dan lainnya (biasanya di ballet, di lakukan dengan kaki dalam posisi 5) yang akhirnya membuat tubuh berpindah posisi baik ke kiri atau ke kanan, ke depan atau ke belakang.

Sekilas, gerakan ini terlihat cukup simple dan mudah dikerjakan, sehingga rata-rata penari gereja sering memasukan tehnik ini kedalam tarian. Namun sayangnya sering sekali penari gereja melakukan tehniknya dengan tidak posisi kaki 'demi pointe' nya tidak full dan tidak melakukan serangkaian gerakan kecil seperti tehnik yang seharusnya, tapi lebih ke: 'hanya berpindah tempat pelan-pelan dengan langkah kecil-kecil'.



-Rivera Monarie-

Rabu, 25 Maret 2015

Roro Jonggrang's pas de deux (Natalenta's ballet recital, 20 September 2014)




Shallom teman-teman!

Berikut merupakan cuplikan dari pertunjukan sekolah ballet 'Natalenta' yang menampilkan sebuah karya tari bernuansa tanah air 'Roro Jonggrang' dimana Alex berperan sebagai Bandung Bondowoso.

Untuk peran Roro Jonggrang, diperankan oleh Ms. Yumi Anissa, yang merupakan murid grade 5 dari sekolah ballet Natalenta.

Selamat menyaksikan!


GBU,

-Rivera Monarie-