Senin, 28 Januari 2013

Menjadi Penari Terbaik by: Alexander S M




Sejak berkembangnya pelayanan tari di kalangan gereja, mengakibatkan makin besar tuntutan yang di limpahkan ke para penari gereja baik dari segi tehnik maupun segi penampilan atau ‘performance’. Makin banyak para penari-penari gereja yang rindu untuk meningkatkan tehnik dan kreativitas demi memberikan yang terbaik buat gereja mereka. Hal ini cukup baik, karena memang sebagai anak-anak Tuhan, kita harus memberikan yang terbaik untuk Nya, karena Dia berhak mendapatkan yang terbaik. Namun satu hal yang saya perhatikan, ada satu kecenderungan dimana beberapa penari-penari gereja yang pernah saya kenal, nampaknya berjalan tanpa tujuan yang tepat. Mereka nampaknya hilang dalam kehausan mereka sendiri akan peningkatan tehnik dan penampilan tarian mereka.

Saya mengambil satu contoh kasus yang pernah saya hadapi, dimana ada salah seorang penari yang belajar di sekolah tari dimana saya belajar yaitu Mainstream School of Arts yang akhirnya memutuskan belajar juga di sekolah tari ballet sekuler yang cukup terkenal karena ia merasa kurang mendapatkan kebutuhan yang diinginkan dari Mainstream School of Arts.

Kebetulan belakangan ini saya di ajak oleh salah satu teman saya yang kebetulan seorang penari ballet klasik, untuk ikut sebuah kelas perkenalan atau ‘trial class’ di sebuah sekolah ballet yang baru saja buka di daerah Jakarta Selatan. Kebetulan salah seorang gurunya adalah guru dari sekolah ballet sekuler yang dimana salah satu penari yang saya ceritakan diatas belajar ballet. Singkat cerita, saya mengikuti kelas ballet tersebut dari awal hingga akhir. Hal-hal yang di ajarkan tidak jauh berbeda dengan apa yang saya dapatkan di Mainstream School of Arts. Ada satu sesi dimana ini menjadi pengalaman yang lumayan lucu buat saya. ‘Turn out’ kaki saya diperbaiki oleh gurunya dengan cara memutar kaki saya sehingga lutut saya menghadap keluar. Hal ini membuat saya teringat kembali beberapa tahun dulu, di awal-awal ketika saya belajar dasar ballet dengan Miss Murni. Dengan cara yang sama dulu dia memutar kaki saya untuk mengajarkan saya posisi kaki ‘turn out’ yang benar. Pada saat itu saya langsung berpikir: “Andai saja Miss Murni melihat kejadian ini, dia pasti akan tersenyum simpul sambil berkata: benar kan yang saya ajarkan dulu?!” dan akhirnya membuat saya tersenyum sendiri. Semua ‘basic ballet’ yang pernah saya pelajari baik dari segi tehnik dan pengetahuannya kurang lebih sama, hanya saja di pengembangan silabus nya saja yang sedikit berbeda.




Bahkan di akhir kelas, saya mendapatkan suatu apresiasi dari sang guru. Ia memuji style ‘classical ballet’ saya dan cukup kagum dengan tehnik tari saya. Sempat guru tersebut bertanya kepada saya siapa guru saya dan dari sekolah ballet mana saya belajar dan tentunya saya menyebut Mainstream School of Arts dan memperkenalkan Miss Murni sebagai guru saya. Komentar dari sang guru tersebut yang cukup membuat saya terkesan adalah: “Guru kamu tentu seorang pengajar yang baik, karena hasilnya di kamu cukup baik”.

Saya sempat berfikir, betapa ironis nya keadaan ini. Semuanya seperti berputar-putar dalam satu lingkaran. Kembali kepada mantan murid Mainstream School of Arts yang mengambil keputusan untuk belajar ballet di sekolah sekuler, dimana guru sekolah ballet sekuler tersebut memuji guru Mainstream School of Arts. Sempat terlintas di benak saya sebuah pertanyaan: Apakah yang ia dapatkan di sekolah ballet lain yang ia tidak dapatkan di Mainstream School of Arts? Bagaimana mungkin apa yang ia rasa dia dapatkan di sekolah ballet lain, namun guru di sekolah ballet yang sama memberikan apresiasi kepada guru Mainstream School of Arts?


Saya mengambil kesimpulan, bahwa pada dasarnya semua kembali kepada diri penari atau diri murid masing-masing. Tehnik tari ballet dimana-mana sama. Posisi badan harus tegak, pundak turun kebawah, dagu tahan di posisi sejajar, garis leher harus sejajar dengan haris tulang belakang, posisi kaki ‘turn out’ dengan tehnik lutut mengadap kearah yang berlawanan dengan cara memutar paha dari bongkol tulang yang terhubung di tulang panggul. Posisi kaki di 1st, 2nd, 3rd, 4th dan 5th position. Begitu juga dengan posisi tangan. Walau mungkin tehnik pengajaran tiap masing-masing guru berbeda dalam cara mengajarkannya ke murid.

Kita kembali lagi ke pembahasan dimana banyak para penari gereja yang akhirnya sepertinya ‘wara-wiri’ berputar-putar, mencari-cari tempat sekolah tari, dimana ia bisa meningkatkan kualitas tarinya dengan mengejar belajar di sekolah-sekolah tari yang terkenal. Hal ini tidak salah, justru hal ini baik. Namum apabila dari diri kita sendiri tidak memiliki kedisiplinan dan ketaatan untuk diajar oleh pengajar kita, dimanapun kita belajar, baik disekolah tari yang sangat terkenalpun di muka bumi ini, kualitas tehnik tari kita tidak akan berkembang dan kita tidak akan bisa menjadi penari yang terbaik.

Hal lain yang akhirnya menyebabkan para penari gereja yang pada akhirnya terkesan ‘hilang’ dalam kehausannya untuk menaikan tehnik tarinya adalah ketidak tekunan si penari itu sendiri dalam mendalami tarian. Kebanyakan dari mereka terbias oleh nama sebuah sekolah tari yang terkenal atau sebuah nama pengajar yang terkenal, atau sebuah grup tari terkenal, dengan harapan apabila mereka belajar di sekolah tersebut, atau diajar oleh orang tersebut atau masuk dalam grup tersebut, mereka juga akan menjadi sama ‘hebat’nya. Mereka tidak terpikir, bahwa sekolah tari, atau pengajar, atau grup yang terkenal tersebut, mereka semua tidak mendapatkannya dengan instant. Mereka juga menjalaninya dengan ketekunan hingga mencapai posisi yang mereka dapatkan sekarang.

Memberikan yang terbaik untuk-Nya, adalah suatu hal yang harus kita lakukan. Namun jangan sampai hal tersebut membuat kita menjadi tersesat di tengah jalan, yang bisa merubah motivasi kita menjadi berbeda dari movitasi awal kita. Disamping kita mencari pengajaran yang terbaik untuk menjadi penari yang lebih baik lagi, hendaknya kita juga belajar untuk disliplin, taat pada pengajaran yang kita dapatkan dan tekun dengan apa yang kita pelajari. 


GBU,

-Rivera Monarie-

Tidak ada komentar: